Majas metafora merupakan majas perbandingan
yang memposiskan dua hal menjadi sama atau sebanding sebab keduanya
memiliki sifat yang hampir serupa. Banyak pakar linguistik yang
menobatkan majas metafora sebagai “ratu”-nya majas. Hal ini diberikan
dengan alasan proses pembentukan majas metafora ini mampu mencakup juga
proses pembentukan beberapa majas lainnya. Dengan demikian, jika
dikategorikan, maka majas metafora merupakan kelas dan di bawahnya
terdapat majas subkelas lainnya. Menurut pakar bernama Kerbat
Orrechioni, jika dilihat dari bentuknya maka majas metafora bisa dibagi
ke dalam dua bagian.
Pertama adalah majas metafora in prasetia yakni majas yang memiliki sifat eksplisit. Contohnya adalah : “Andi adalah lintah darat”. Kalimat ini mengandung majas metafora yang disebut juga asimilasi. Coba bandingkan dengan kalimat “Andi seperti buaya darat.” Pada kalimat kedua kita mengambil kesimpulan bahwa keseluruhan sifat Andi sama seperti lintah darat dan pada kalimat pertama, Andi disebutkan memiliki sifat yang sebagian mirip dengan lintah darat.
Pertama adalah majas metafora in prasetia yakni majas yang memiliki sifat eksplisit. Contohnya adalah : “Andi adalah lintah darat”. Kalimat ini mengandung majas metafora yang disebut juga asimilasi. Coba bandingkan dengan kalimat “Andi seperti buaya darat.” Pada kalimat kedua kita mengambil kesimpulan bahwa keseluruhan sifat Andi sama seperti lintah darat dan pada kalimat pertama, Andi disebutkan memiliki sifat yang sebagian mirip dengan lintah darat.
Jenis majas metafora lainnya adalah in absentia, adalah majas
yang dibentuk dengan dasar penyimpangan makna. Layaknya pada majas
simile, bagian metafora yang satu ini memiliki dua kata yang
pemaknaannya dibandingkan. Akan tetapi, pemaknaan tersebut bersifat
implicit. Contohnya misalnya: “Ada banyak lelaki muda yang berhasrat
mempersunting mawar di desa ini.” Mengapa implisit? Sebab tidak tidak
ada muncul kata yang menunjuk pada “mawar”. Hal ini mengakibatkan
orang-orang yang tidak mengenal pemaknaan “mawar” pada kata tersebut
akan bingung. Padahal yang dimaksud pada kalimat tersebut adalah “mawar =
gadis”.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak pakar tata bahasa yang menganggap majas metafora ini merupakan majas yang paling penting dan kemudian mereka mengelompokkan jenis majas lainnya ke dalam lingkup metafora dengan alasan pembentukannya yang mirip dengan metafora. Dua di antara majas tersebut yang dimasukkan sebagai “keluarga” majas metafora yakni majas personifikasi dan majas depersonifikasi. Alasannya adalah secara semantic kedua majas ini memang sama dengan majas metafora. Majas personifikasi sendiri meruapakan majas yang menggambarkan binatang, tumbuhan atau benda mati mati layaknya (sifat dan tingkah laku) manusia. Contoh majas personifikasi adalah “Nyiur di pantai Kuta melambai-lambai seolah menari.” atau “Matahari merangkak perlahan menuju langit dan menghangatkan seluruh bumi.”. Majas personifikasi tersebut juga pada faktanya merupakan pengandaian dengan menggantikan sifat benda mati dengan manusia. Melambai merupakan sifat manusia yang bermakna bahwa nyiur tersebut bergerak-gerak.
Majas lainnya yang masuk ke dalam kelompok majas metafora adalah depersonifikasi. Majas yang satu ini menggambarkan manusia sebagai binatag, tumbuhan dan benda lainnya. Secara sederhana, depersonifikasi merupakan lawa dari personifikasi. Adapun contoh dari majas depersonifikasi ini adalah “Aku tak suka melihat kamu mematung.” Kata “aku” menunjuk pada manusia sedangkan kata “mematung” merupakan sifat benda mati. Contoh lainnya adalah “Dia menjengkelkan, dia benar-benar bunglon tak tahu diri.” dan masih banyak lagi lainnya. Majas metafora bertumpu pada pembandingan hal satu dengan lainnya karena memiliki sifat yang hampir sama. Dengan defenisi ini, jelas kita bisa melihat alasan mengapa kedua majas, baik itu personifikasi dan depersonifikasi, dikelompokkan ke dalam majas metafora.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak pakar tata bahasa yang menganggap majas metafora ini merupakan majas yang paling penting dan kemudian mereka mengelompokkan jenis majas lainnya ke dalam lingkup metafora dengan alasan pembentukannya yang mirip dengan metafora. Dua di antara majas tersebut yang dimasukkan sebagai “keluarga” majas metafora yakni majas personifikasi dan majas depersonifikasi. Alasannya adalah secara semantic kedua majas ini memang sama dengan majas metafora. Majas personifikasi sendiri meruapakan majas yang menggambarkan binatang, tumbuhan atau benda mati mati layaknya (sifat dan tingkah laku) manusia. Contoh majas personifikasi adalah “Nyiur di pantai Kuta melambai-lambai seolah menari.” atau “Matahari merangkak perlahan menuju langit dan menghangatkan seluruh bumi.”. Majas personifikasi tersebut juga pada faktanya merupakan pengandaian dengan menggantikan sifat benda mati dengan manusia. Melambai merupakan sifat manusia yang bermakna bahwa nyiur tersebut bergerak-gerak.
Majas lainnya yang masuk ke dalam kelompok majas metafora adalah depersonifikasi. Majas yang satu ini menggambarkan manusia sebagai binatag, tumbuhan dan benda lainnya. Secara sederhana, depersonifikasi merupakan lawa dari personifikasi. Adapun contoh dari majas depersonifikasi ini adalah “Aku tak suka melihat kamu mematung.” Kata “aku” menunjuk pada manusia sedangkan kata “mematung” merupakan sifat benda mati. Contoh lainnya adalah “Dia menjengkelkan, dia benar-benar bunglon tak tahu diri.” dan masih banyak lagi lainnya. Majas metafora bertumpu pada pembandingan hal satu dengan lainnya karena memiliki sifat yang hampir sama. Dengan defenisi ini, jelas kita bisa melihat alasan mengapa kedua majas, baik itu personifikasi dan depersonifikasi, dikelompokkan ke dalam majas metafora.